INDUSTRI ALKOHOL (ETANOL)
I. SEJARAH
Etanol telah digunakan
manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol.
Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari
China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh
manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari
(Bio)etanol yang mendekati kemrunian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan
Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan
peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi
(Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan
(721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar.
Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine.
Sedangkan (Bio)etanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias
Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.Antoine Lavoisier
menggambarkan bahwa (Bio)etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat
menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott
Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah
satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya. Etanol pertama
kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan
S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan
hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses
produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol
menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford
membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat
menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan
bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan
menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan
meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan
telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
II. DEFINISI
Etanol, disebut juga etil
alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja,
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke
dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isometer konstitusional
dari dimetil
eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5).
Etanol banyak
digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna
makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting
sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam
sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Ethanol merupakan senyawa yang tidak
terdapat secara bebas di alam. Zat ini adalah golongan alkohol biasa atau
alkohol primer yang dibuat dari glukosa atau jenis gula yang lain dengan jalan
peragian.
Penggunaan alkohol antara lain :
Alkohol sebagai minuman keras dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Agar alkohol yang digunakan sebagai bahan bakar dan keperluan farmasi serta
industri tidak diminum, maka ethanol dibuat tidak terminum dengan cara diberi
methanol dan zat pewarna(denaturasi alkohol), misalnya alkohol yang dipakai
sebagai spirtus bakar.
III. KARAKTERISTIK BAHAN DAN PRODUK
Sifat-sifat:
§ Ethanol merupakan zat cair jernih dan dapat tercampur dengan air dalam
semua perbandingan (bersifat missible)
§ Dapat melarutkan senyawa organik
Bahan baku untuk memproduksi ethanol
dengan cara fermentasi dapat di produksi dari 3 macam karbohidrat, yaitu:
Sumber bahan-bahan ini pada
negara-negara penghasil alkohol berbeda-beda tergantung pada banyaknya bahan
bahan yang dapat diperoleh pada negara-negara itu, misalnya:
Jerman :
bahan dasar kentang
Perancis :
bahan dasar gula bit
Swedia :
bahan dasar sulfat pulp
Indonesia : bahan dasar
molase
IV. BAHAN BAKU
1. Substansi Sakharin
Pada umumnya sebagai
media untuk produksi alkohol secara komersial pada industri fermentasi alkohol.
Di Indonesia dipakai tetes (molase) yang bisadidapatkan setelah sakharosanya
dikristalisasi dan disentrifuse dari sisi gula tebu.
Proses penguapan dan
pengkristslsn ini biasanya dilakukan tiga kali sampai tetestidak lagi ekonomis
untuk diperoleh. Sisa tetes/cairan ini disebut sebagai “black strap
mollase” yang merupakan campuran kompleks yang mengandung sakharosa,
gula invert, garam-garam dan bahan-bahan non gula. Disamping sakharosa, glukosa
dan fruktosa yang dapat difermentasi, molase juga mengandung
substansi-substansi pereduksi yang tidak dapat di fermentasi.
Bahan-bahan ini antara
lain karamel yag terjadi karena pemanasan gula, melanoidin yang mengandung
nitrogen dan terdapat pula hidroksi metil furfural, asam formiat dan lain-lain.
Bahan yang tidak dapat difermentasi ini bisa mencapai 17% dalam black
strap mollase, dan sebesar 5% dalamhigh test mollase.
Tetes (molase)
bersifat asam, mempunyai pH 5,5-6,5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam
organik yang bebas.
Kualitas molase yang
dihasilkan dari suatu industri gula dipengaruhi oleh cara pembersihan niranya.
Bila kurang sempurna, maka kotoran banyak terdapat dalam molase. Warna molase
pada umumnya berwarna coklat kemerahan. Hal ini disebabkan antara lain pigmen
melanoidin, dekorasi thermal dan kimiawi dari komponen-komponen selain gula.
2. Mikroba Frementasi
Dalam proses
fermentasi alkohol digunakan ragi. Ragi ini dapat merubah glukosa menjadi
alkohol dan gas CO2. Ragi merupakan mikroorganisme bersel satu,
tidak berklorofil dan termasuk golonganEumycetes. Dari golongan ini
dikenal beberapa jenis, antara lain Saccharomyces anamensis,
Schizosacharomyces pompe dan Saccharomyces cerevisiae.
Masing-masing mempunyai kemampuan memproduksi alkohol yang berbeda.
Syarat-syarat yang
diperlukan dalam memilih ragi untuk fermentasi adalah :
· Cepat berkembang biak
· Tahap terhadap alkohol tinggi
· Tahan terhadap suhu tinggi
· Mempunyai sifat yang stabil
· Cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentasi
Untuk memperoleh jenis
ragi yang mempunyai sifat-sifat seperti diatas, harus dilakukan
percobaan-percobaan dalam laboratorium dengan teliti. Pada umumnya ragi yang
dipakai untuk membuat alkohol adalah jenis Saccharomyces cerevisiae,
yang mempunyai pertumbuhan sempurna pada suhu ± 30oC dan pH 4,8.
Ragi menurut kegiatan
selama fermentasi terbagi atas dua bagian, yaitu :
Ragi yang aktif pada
permukaan atas media, yang menghasilkan etanol dan CO2 dengan
segera. Jenis ini biasanya dijumpai pada industri alkohol dan anggur.
Ragi yang aktif pada
bagian bawah. Biasanya industri penghasil bir yang menggunakan ragi bawah ini
yang menghasilkan etanol sedikit dan membutuhkan waktu yang lama untuk
kesempurnaan fermentasi. Dalam kondisi yang normal, ragi atas cenderung untuk
berflokulasi dan memisahkan diri dari larutan, ketika fermentasi berjalan sudah
sempurna. Strain ragi yang bervariasi itu berbeda dalam kemampuan berflokulasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kehidupan ragi :
Dalam kegiatannya ragi memerlukan
penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya :
Untuk fermentasi alkohol, ragi memerlukan
media suasana asam, yaitu antara pH 4,8-5,0. Pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika
substratnya asam.
Temperatur optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan adalah 28-30oC.
Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan
panas karena reaksinya eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak
naik, perlu pendinginan supaya dipertahankan tetap 28-30oC.
Fermentasi alkohol berlangsung secara
anaerobik (tanpa udara), namun demikian udara diperlukan pada proses pembibitan
sebelum fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel.
V. PROSES PRODUKSI ETANOL
Pada
dasarnya ada 2 macam cara pembuatan etanol, yaitu:
· Secara sintesis
· Secara fermentasi
Secara sintesis,
dilakukan dengan menggunakan reaksi elementer ( hidrasi katalitik etana), untuk
mengubah bahan baku menjadi etanol. Adapun secara fermentasi, dilakukan dengan
bantuan aktifitas mikroorganisme.
Dalam makalah ini,
pembahasan akan lebih dititikberatkan pada proses produksi etanol dengan cara
fermentasi.
Fermentasi bioetanol
Proses fermentasi
etanol dapat dilakukan dengan menggunakan baha-bahan tertentu. Misalnya saja
bahan yang mengandung gula seperti tetes ( molase), dan juga bahan- bahan yang
mengandung pati seperti padi, jagung, ubi kayu, gandung dan lain-lain. Proses
fermentasi dengan bahan yang berbeda tentu akan membutuhkan proses yang agak
berbeda pula. Berikut adalah penjelasan mengenai proses produksi etanol dengan
bahan molase dan bahan yang mengandung pati.
Proses produksi bioetanol dari tetes
(molase)
1. Pengolahan Tetes
Pengolahan tetes merupakan hal yang
penting dalam pembuatan alcohol.Pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kondisi yangoptimumkan untuk pertumbuhan ragi dan untuk selanjutnya.
Yang perlu disesuaikan dalam pengolahan ini adalah pH, konsentrasi gula
dan pemakaian nutrisi.Tetes yan dihadapkan dari pabrik gula biasanya masih
terlalu paket (850Brix),oleh karena itu perlu diadakan pengenceran
lebih dahulu untuk mendapatkankadar gula yang optimum (120 Brix
untuk pembibitan dan 240 Brix padafermentasi).Pengaturan pH
diatur dengan penambahan asam H2SO4 hingga dicapai
pH 4 – 5.Meskipun tetes cukup mengandung zat sumber nitrogen namun
sepertiammonium sulfat atau ammonium fosfat
2. Tahap Penimbangan Tetes
Pada penimbangan tetes
ini dipakai jenis timbangan cepat dengan kapasitas timbang tertentu, dilengkapi
dengan alat pembuka dan penutup berupa katup buangan yang dioperasikan secara
manual. Dan juga panel on-off pompa tetes yang yang diatur secara otomatis.
Cara kerjanya dengan menimbang tetes yang dipompa dari gudang penyimpan tetes
untuk setiap harinya.
3. Tahap Pencampuran Tetes.
Tahap pencampuran tetes ini menggunakan
tangki pencampur tetes dengan kapasitas tertentu yang dilengkapi pancaran uap
air panas (steam), yang berfungsi sebagai pengaduk dan pemanas tetes. Cara
kerjanya yaitu pertamatama air panas bersuhu 70o C dimasukkan ke dalam tangki
pencampur tetes (mixing tank), kemudian disusul dengan tetes yang telah
ditimbang. Setelah itu disirkulasi dengan menggunakan pompa hingga tetes dan
air tercampur dengan baik. Pencampuran dianggap selesai dengan indikasi
kepekatan mencapai 90o brix dan dipanskan dengan uap air panas (steam) sampai suhunya
mencapai 90o C. Tujuan diberikannya air panas adalah untuk mempercepat proses
pelarutan, sedangkan pemanasan dengan uap air panas (steam) adalah untuk
sterilisasi larutan tetes. Setelah semua tercampur dengan baik ditambahkan asam
sulfat (H2SO4) teknis dengan kepekatan 96,5 % sampai pH mencapai 4,5 - 5.
Pemberian asam sulfat (H2SO4) ini bertujuan untuk mengendapkan garamgaram
mineral di dalam tetes dan untuk memecah di-sakarida (sukrosa) didalam tetes
menjadi monosakarida berupa senyawa d-glukosa dan d-fruktosa.
4. Tahap pengendapan
Pada tahap pengendapan ini menggunakan
tangki yang dilengkapi dengan pipa decanter. Pada tahap ini larutan tetes
dengan kepekatan 40o brix dari tangki pencampur ditampung dalam tangki ini dan
diendapkan selama 5 jam untuk mengendapkan kotoran-kotoran tetes (sludge),
terutama endapan garam. Pengendapan ini bertujuan untuk mengurangi kerak yang
terjadi pada mash column (kolom destilasi pertama). Setelah 5 jam, cairan tetes
dipompa menuju tangki fermentor melalui decanter dan heat exchanger (HE). Heat
exchanger ini berfungsi untuk menurunkan suhu sampai 30oC sebagai
syarat operasi fermentasi. Sedangkan cairan sisa yang berupa endapan
kotoran-kotoran dan sebagian cairan tetes dipompa ke tangki pencuci endapan
kotoran tetes (tangki sludge).
5. Tahap Separator
Tangki Pencuci Endapan Kotoran Tetes.
Sisa cairan tetes sebanyak ± 5% volume
dari tangki pengendap tetes yang berupa endapan kotoran-kotoran dipompa keluar
dari tangki pengendap melalui pipa decanter untuk ditampung di tangki sludge
hingga mencapai volume tertentu. Kemudian cairan tetes diendapkan hingga waktu
tertentu untuk selanjutnya dipompa kembali ke tangki mixing. Tujuan pencucian
kotoran tetes ini adalah untuk efisiensi bahan baku berupa tetes agar bahan baku
dapat dipakai semaksimal mungkin tanpa harus membuang sebagian yang tersisa.
6. Tahap Fermentasi
Proses fermentasi ini dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu tahap pembiakan ragi dan fermentasi.
Tahap pembiakan ragi
Tahap ini menggunakan tangki prefermentor
yang dilengkapi pipa aliran udara dan pipa aliran air pendingin pada bagian
luar dinding tangki. Tahap ini bertujuan untuk mengembangbiakkan ragi
jenis saccharomyces cereviseae dengan menggunakan
media tetes. Untuk pembuatan larutan ragi, mula-mula diawali dengan cara
memasukkan air proses bersuhu 15o C dan tetes 40o brix dari tangki pengendap
tetes ke dalam tangki seeding dan mencampurnya hingga mencapai kekentalan
sekitar 12 - 13o brix yang disertai aliran udara dari blower dengan fungsi
ganda yaitu untuk mempercepat tercampurnya tetes dengan air dan juga untuk
konsumsi kebutuhan oksigen bagi ragi saccharomyces cereviseae yang
berlangsung pada suasana aerob. Selain itu juga menjaga suhu tangki konstan
pada 30o C dengan mengalirkan air pada dinding luar tangki. Jika tidak dijaga,
maka ragi sedang dikembangbiakkan akan terganggu kelangsungan hidupnya dan
kemudian akan mati. Kemudian memasukkan ragi roti (gist) yang telah dilarutkan
dengan air secukupnya. Untuk nutrisinya, dimasukkan urea, diammonium phospat,
dan ammonia. PHP juga ditambahkan ke
dalam larutan ini dengan tujuan untuk
mempertahankan pH agar tetap konstan yaitu 4.5 – 5. Dari hasil campuran ini
didapatkan biakan ragi. Pada Tangki pre-fermentor terdapat beberapa
Persamaan reaksi pada 95% konversi
proses penguraian urea adalah:
Persamaan reaksi untuk pertumbuhan yeast
adalah:
(Atkinson, hal 132)
Tahap ferementasi
Tahap ini menggunakan tangki fermentor
dengan dilengkapi pipa aliran udara dan pipa aliran
air pendingin yang berasal dari air
sungai untuk menjaga suhu fermentasi pada 30-32o C. Fermentasi ini bertujuan
untuk mendapatkan alcohol dengan kadar 8,5 – 9 % atau lebih. Pertama-tama
dimulai dengan sterilisasi tangki fermentor yamg masih kosong dengan uap
air panas (steam) sampai suhu 121o C
lalu membiarkan suhu di dalam tangki turun sampai 30o C. Setelah itu memasukkan
air proses dengan suhu 30o C, larutan tetes 40o brix, proses fermentasi ini
berjalan secara aerob. Selanjutnya biakan ragi yang telah dibiakkan pada tangki
pre-fermentor dipompa masuk ke tangki fermentor. Setelah itu, tetes 40o brix
dipompa masuk ke tangki dan proses berlangsung selama 36 jam. Untuk pH larutan
ini dijaga sekitar 4,5 - 5. Kemudian memasukkan ragi roti yang telah dilarutkan
dengan air secukupnya dan yeast cream. Untuk nutrisinya, dimasukkan urea,
ammonium, dan diammonium phospat. Sedangkan turkey red oil ditambahkan sebagai anti
foam untuk mencegah pembentukan foam selama proses terjadi. Hal ini dilakukan
selama 15 menit setelah persiapan media pada tangki fermentor selesai. Kemudian
dimasukkan ke dalam 2 tangki fermentor pada waktu yang disesuaikan dengan jam
awal fermentasi. Tahap fermentasi ini berlangsung selama 24 jam hingga kadar
alkohol mencapai 8,5 - 9% dan kekentalan 6,5 - 7o brix. Setelah kadar alkohol
sebesar 8,5 - 9% terpenuhi, larutan hasil fermentasi dipompa menuju separator
untuk dipisahkan antara hasil fermentasi (cairan mash) dengan ragi (yeast
cream). Separator ini menggunakan alat rotary vacuum filter yang merupakan alat
dengan prinsip vacuum sehingga
ragi (yeast cream) dan cairan hasil
fermentasi (cairan mash) yang memilliki perbedaan massa jenis dapat dipisahkan.
Ragi yang didapatkan masih dalam konsentrasi yang tinggi. Dari hasil fermentasi
tidak semuanya dipisahkan raginya, hanya sekitar 80-90% saja. Sisanya 10-20%
tidak diambil raginya karena mengandung kotorankotoran sisa berupa endapan
garam mineral. Hasil fermentasi yang telah dipisahkan ini langsung masuk ke
tangki mash (mash tank). Dan selanjutnya didestilasi hingga menjadi alkohol
prima (fine alkohol) dengan kadar mencapai 96,5%. Pada tahap fermentasi ini
terjadi reaksi hidrolisa, dimana sukrosa diubah menjadi glukosa. Persamaan
reaksi hidrolisa yaitu:
Sedangkan reaksi utama adalah reaksi
fermentasi, dimana glukosa diubah menjadi etanol dan air. Persamaan reaksinya
adalah:
Pada main fermenter selain terbentuk
etanol, juga akan terbentuk produk samping. Hasil samping dalam persen berat
(%gula) adalah sebagai berikut:
Asam asetat = 0,65%
Fusel Oil = 0,85%
Asetaldehid = 0,05%
(Prescot hal 128)
Reaksi samping yang terjadi pada main fermenter
yaitu:
Komponen pada fusel oil meliputi:
Propanol = 12,5 %
Isobutyl alcohol = 15 %
Amyl alcohol = 30 %
Isoamyl alcohol = 32,5 %
Etanol = 10 %
(Paturau hal 241)
7. Tahap Distilasi
Produk hasil
fermentasi mengandung alkohol yang rendah, disebut bir (beer)dan sebab itu
perlu di naikkan konsentrasinya dengan jalan distilasi bertingkat.Beer
mengandung 8 – 10% alkohol.Maksud dan proses distilasi adalah untuk memisahkan
etanol dari campuranetanol air. Untuk larutan yang terdiri dari
komponen-komponen yang berbedanyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara
yang paling mudah dioperasikandan juga merupakan cara pemisahan yang secara
thermal adalah efisien.Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 1000C dan
etanol mendidih padasekitar 770C. perbedaan dalam titik didih inilah yang
memungkinkan pemisahancampuran etanol air.Prinsip : Jika larutan campuran
etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari
pada air. Jika uap-uap ini didinginkan(dikondensasi), maka konsentrasi etanol
dalam cairan yang dikondensasikan ituakan lebih tinggi dari pada dalam larutan
aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian dikondensasikan, maka
konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa diulangi terus,
sampai sebagian besar dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu fasa. Namun hal
ini ada batasnya. Pada larutan 96% etanol, didapatkan suatu campuran dengan
titik didih yang sama(azeotrop). Pada keadaan ini, jika larutan 95-96% alkohol ini dipanaskan, maka rasio molekul air dan
etanol dalam kondensat akan teap konstan sama. Apabila kadar etanolnya sudah
95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa
menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor pada
etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya
kurang lebih 99.5%.
Fermentasi etanol dari bahan yang
mengandung pati
Proses produksi etanol dari hasil
pertanian yang mengandung pati ( seperti jagung, gandum, dan lain-lain) hampir
sama dengan proses produksi etanol dengan bahan dasar molase. Namun, dalam
proses fermentasi kali ini, pada tahap awal akan dibutuhkan proses tambahan
yang tidak dilakukan pada fermentasi molase. Tahap tahap nya adalah sebagai
berikut:
1. Proses Gelatinasi
Dalam proses
gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dandicampur air sehingga
menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen.Kemudian bubur
pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel.
Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:Bubur pati
dipanaskan sampai 130oC selama 30 menit, kemudian didinginkan
sampaimencapai temperatur 95oC yang diperkirakan memerlukan waktu
sekitar ¼ jam. Temperatur 95oC tersebut dipertahankan selama sekitar
11/4 jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam. Bubur pati
ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130oC
selama 2 jam. Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai
keuntungan , yaitu pada suhu 950C aktifitas termamyl merupakan yang
paling tertinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan
dengan suhu tinggi (1300C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk
memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme.
Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi
bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara
kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzymetermamyl) pada
temperature 130oC menghasilkan hasil yang kurang baik, karenamengurangi
aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzyme pada suhu130oC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang
mempunyai sifat racun terhadap yeast.Gelatinasi pada suhu tinggi
tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitastermamyl, karena
aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95oC(Wasito,
1981).
2. Proses Saccharifikasi
Tahap sakarifikasi merupakan tahap
pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhanayang dilakukan pada sebuah tabung
pada rangkaian peralatan untuk produksi bioethanol.Saccharifikasi melibatkan
proses sebagai berikut:
• Pendinginan bubur sampai suhu optimum
enzim sakarifikasi bekerja
• Pengaturan pH optimum enzim•
Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
•Mempertahankan pH dan temperature pada
rentang 50 sd 600C, sampai proses saccharifikasi selesai (Dilakukan
dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).
3. Fermentasi
Proses
fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam
fermentor. Kalau anda menggunakan fermentor yang tembus padang (dari kaca
misalnya), maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecil-kecil dari dalam
fermentor. Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama
proses fermentasi. Kadang-kadang terdengar suara gemuruh selama proses
fermentasi ini. Selama proses fermentasi ini usahakan agar suhu tidak melebihi
36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 – 5. Proses fermentasi berjalan kurang lebih
selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah
selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar
etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %.
4. Distilasi dan Dehidrasi
Setelah proses fermentasi
selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler. Panaskan
evaporator dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol
sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator.
Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama,
biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah
95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux) hingga kadar etanolnya 95%.Apabila
kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk
menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan
kapur tohor pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga
kadar airnya kurang lebih 99.5%.
Gambar Peralatan
sumber: Fuel from Farms - A Guide to
Small Scale Ethanol Production, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617
Cole Boulevard, Golden, CO 80401.
VI. Kegunaan bioetanol
Kegunaan ethanol/bioethanol (alkohol) berdasarkan literatur adalah sebagai berikut:
Menurut Fessenden ( 1992) kegunaan ethanol adalah:
- Digunakan dalam minuman keras.
- Sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium dan industri.
- Sebagai bahan bakar.
Etanol mempunyai nilai kalor (Q) sebesar
12.800 Btu/lb. Sedangkan jika dicampur dengan gasoline dimana presentase 10%
etanol dan 90% gasoline akan menghasilkan produk dengan nama dagang
Gashol dihasilkan kalor (Q) sebesar 112.000 Btu/gallon.
Menurut Austin ( 1984) kegunaan ethanol adalah:
- Sebagai bahan industri kimia.
- Sebagai bahan kecantikan dan kedokteran.
- Sebagai pelarut dan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.
- Sebagai bahan baku (raw material) untuk membuat
ratusan senyawa kimia lain, seperti asetaldehid, etil asetat, asam asetat, etilene
dibromida, glycol, etil klorida, dan semua etil ester.
Menurut Uhlig (1998) kegunaan ethanol adalah :
- Sebagai pelarut dalam pembuatan cat dan bahan-bahan komestik.
- Diperdayakan di dalam perdagangan domestik sebagai bahan bakar.
VII. LIMBAH DARI INDUSTRI BIOETANOL
Menurut Hammer dan
Bastian (1989), lahan basah adalah habitat peralihan antara lahan darat dan
air, jadi bukan merupakan habitat darat ataupun habitat air. Ekosistem lahan
basah memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan berbagai jenis limbah pada
beberapa tingkat efisiensi (Nichols, 1983). Kemampuan ini terutama disebabkan
karena adanya vegetasi yang berperan sebagai pengolah limbah. Seluruh perairan
darat yang menjadi bagian dari lahan basah juga berfungsi sebagai penyimpan dan
penangkap karbon. Lebih fantastis lagi, lahan basah juga merupakan penyangga
dampak anomali cuaca dan iklim. Dengan demikian, potensi lahan basah di wilayah
Indonesia sebagai gudang karbon sangat besar.
Menanggapi peristiwa kematian ribuan ikan disepanjang 70 km dari Mojokerto hingga Kota Surabaya, peristiwa itu terjadi akibat pencemaran yang disebabkan luberan limbah PT Aneka Kimia Nusantara. PT Aneka Kimia Nusantara (AKN) Desa Wates Magersari Mojokerto, adalah industri penghasil etanol termasuk penyumbang terbesar pencemaran organik tinggi di Kali Surabaya. Dapat dibayangkan untuk memproduksi satu liter etanol dihasilkan limbah 15 liter dari molase yang berwarna coklat, tergolong sebagai buangan paling korosif, BOD (Bio Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi, pH 3.5, suhu yang tinggi hingga mencapai 100oC yang dapat mencemari air tanah. Molase adalah sisa tetes dari tetes tebu yang telah diproses untuk menghasilkan gula pasir. Molase mengandung sekitar 45% sukrosa yang dapat difermentasikan menjadi alkohol. 1 kg sukrosa secara teoritis akan menghasilkan 0.644 liter alkohol absolut (anhidrida) yang hampir 100% murni. Secara matematis dengan 88% efisiensi fermentasi dan 98% distilasi akan dihasilkan 0.555 liter alkohol. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air. Nilai baku mutu BOD untuk air minum harus sama atau kurang dari 2 mg/l. COD(Chemimal Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air dengan menggunakan oksidator kimia. Nilai baku mutu COD untuk air minum harus sama atau kurang dari 10 mg/lDi. Limbah PT Aneka Kimia Nusantara saat masuk keperairan Kali Surabaya awalnya dapat berperan sebagai bahan makanan yang diuraikan oleh mikroba, namun penguraian bahan organik ini membutuhkan oksigen terlarut dalam air yang lebih besar daripada jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi organisme perairan. Selain itu Limbah organik PT ANK menimbulkan empat perubahan yang mengganggu kestabilan ekosistem perairan tawar, yaitu : Pertama. Limbah organik yang mengandung padatan tersuspensi menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air sehingga menghambat proses fotosintesis. Kedua, endapan bahan organik yang mengendap akan mengubah tekstur substrat dan menimbulkan habitat yang tidak sesuai bagi biota endemik di perairan. Ketiga, terbentuknya amoniak yang memiliki toksisitas tinggi dan menimbulkan gangguan besar bagi organisme perairan serta berbau. Keempat, bahan pencemar organik terdiri dari senyawa protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan meningkatkan tingginya konsentrasi bakteri dan mikroorganisme patogen. E Coli adalah bakteri umum dijumpai di badan-badan air yang berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas serta air yang telah terkontaminasi oleh limbah organik. Peningkatan ini akan membawa dampak patogenik dimana bakteri dan virus terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dan membahayakan kesehatan. Beberapa jenis bakteri air menimbulkan penyakit kolera, demam tifoid, disentri basiler, dan gastroenteritis. Virus juga terdapat di air termasul virus penyebab poliomyelitis, hepatitis infektif. Hewan parasit dalam air antara lain cacing gelang Ascaris dan cacing pita pada sapi dan babi. Semua jenis organisme ini terdapat dalam tinja yang terdapat pada saluran pembuangan domestik dan peternakan. Disamping pengenceran oleh air, sedimentasi ke dasar perairan dan penguraian oleh matahari juga merupakan faktor penting dalam penguraian senyawa organik di perairan. Penguraian oleh mikroba akan mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air, sehingga kandungan oksigen yang ada tidak mampu mendukung kehidupan organisme perairan seperti ikan dan organisme lainnya. Untuk itulah ada upaya yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini yakni menggunakan tumbuhan timbul di perairan untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah. Tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tajuk yang besar dapat menyimpan bermacam hara mineral. Pada media kerikil, pertumbuhan tanaman timbul dapat menurunkan konsentrasi hara mineral (Laksham, 1979; Finlayson dan Chick, 1983; Bowmer, 1987). Rizoma dan akar Phragmites australis Scirpus spp. berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun. Tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman-tanaman tersebut adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun (Shutes et al., 1993). Tumbuhan mengapung seperti eceng gondok juga dapat menghilangkan hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan (Reddy dan DeBusk, 1985).
Menanggapi peristiwa kematian ribuan ikan disepanjang 70 km dari Mojokerto hingga Kota Surabaya, peristiwa itu terjadi akibat pencemaran yang disebabkan luberan limbah PT Aneka Kimia Nusantara. PT Aneka Kimia Nusantara (AKN) Desa Wates Magersari Mojokerto, adalah industri penghasil etanol termasuk penyumbang terbesar pencemaran organik tinggi di Kali Surabaya. Dapat dibayangkan untuk memproduksi satu liter etanol dihasilkan limbah 15 liter dari molase yang berwarna coklat, tergolong sebagai buangan paling korosif, BOD (Bio Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi, pH 3.5, suhu yang tinggi hingga mencapai 100oC yang dapat mencemari air tanah. Molase adalah sisa tetes dari tetes tebu yang telah diproses untuk menghasilkan gula pasir. Molase mengandung sekitar 45% sukrosa yang dapat difermentasikan menjadi alkohol. 1 kg sukrosa secara teoritis akan menghasilkan 0.644 liter alkohol absolut (anhidrida) yang hampir 100% murni. Secara matematis dengan 88% efisiensi fermentasi dan 98% distilasi akan dihasilkan 0.555 liter alkohol. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air. Nilai baku mutu BOD untuk air minum harus sama atau kurang dari 2 mg/l. COD(Chemimal Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air dengan menggunakan oksidator kimia. Nilai baku mutu COD untuk air minum harus sama atau kurang dari 10 mg/lDi. Limbah PT Aneka Kimia Nusantara saat masuk keperairan Kali Surabaya awalnya dapat berperan sebagai bahan makanan yang diuraikan oleh mikroba, namun penguraian bahan organik ini membutuhkan oksigen terlarut dalam air yang lebih besar daripada jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi organisme perairan. Selain itu Limbah organik PT ANK menimbulkan empat perubahan yang mengganggu kestabilan ekosistem perairan tawar, yaitu : Pertama. Limbah organik yang mengandung padatan tersuspensi menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air sehingga menghambat proses fotosintesis. Kedua, endapan bahan organik yang mengendap akan mengubah tekstur substrat dan menimbulkan habitat yang tidak sesuai bagi biota endemik di perairan. Ketiga, terbentuknya amoniak yang memiliki toksisitas tinggi dan menimbulkan gangguan besar bagi organisme perairan serta berbau. Keempat, bahan pencemar organik terdiri dari senyawa protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan meningkatkan tingginya konsentrasi bakteri dan mikroorganisme patogen. E Coli adalah bakteri umum dijumpai di badan-badan air yang berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas serta air yang telah terkontaminasi oleh limbah organik. Peningkatan ini akan membawa dampak patogenik dimana bakteri dan virus terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dan membahayakan kesehatan. Beberapa jenis bakteri air menimbulkan penyakit kolera, demam tifoid, disentri basiler, dan gastroenteritis. Virus juga terdapat di air termasul virus penyebab poliomyelitis, hepatitis infektif. Hewan parasit dalam air antara lain cacing gelang Ascaris dan cacing pita pada sapi dan babi. Semua jenis organisme ini terdapat dalam tinja yang terdapat pada saluran pembuangan domestik dan peternakan. Disamping pengenceran oleh air, sedimentasi ke dasar perairan dan penguraian oleh matahari juga merupakan faktor penting dalam penguraian senyawa organik di perairan. Penguraian oleh mikroba akan mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air, sehingga kandungan oksigen yang ada tidak mampu mendukung kehidupan organisme perairan seperti ikan dan organisme lainnya. Untuk itulah ada upaya yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini yakni menggunakan tumbuhan timbul di perairan untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah. Tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tajuk yang besar dapat menyimpan bermacam hara mineral. Pada media kerikil, pertumbuhan tanaman timbul dapat menurunkan konsentrasi hara mineral (Laksham, 1979; Finlayson dan Chick, 1983; Bowmer, 1987). Rizoma dan akar Phragmites australis Scirpus spp. berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun. Tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman-tanaman tersebut adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun (Shutes et al., 1993). Tumbuhan mengapung seperti eceng gondok juga dapat menghilangkan hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan (Reddy dan DeBusk, 1985).
VIII. PENANGANAN LIMBAH
· Memekatkan limbah dengan evaporator. Kemudian mengabutkan limbah pekat ke
dalam tanur pembakaran bersuhu 800°C sehingga bahan organik dalam limbah
terbakar habis.
Abu hasil pembakaran itu ternyata mengandung kalium sehingga diolah menjadi pupuk
Abu hasil pembakaran itu ternyata mengandung kalium sehingga diolah menjadi pupuk
Menggunakan limbah bioetanol sebagai bahan baku pupuk.
Limbah etanol yang sering juga disebut dengan vinase atau distilet memiliki
karakteristik yang khas. Limbah ini bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi pupuk
organik cair (POC). POC memiliki harga jual yang cukup tinggi sehingga bisa
memberikan nilai tambah bagi industri etanol. Vinase diolah sedemikian rupa
sehingga menjadi produk POC yang bisa menyuburkan tanaman. Aplikasi
POC ini bisa digunakan untuk semua jenis tanaman, semua komoditas, dan semua
iklim atau tempat. Pemanfaatan POC bisa mengurangi atau pun mensubtitusi
penggunaan pupuk kimia. POC dari limbah industri etanol ini tergolong pupuk
organik, sehingga relatif lebih ramah lingkungan. Dalam skala nasional
pepanfaatan POC ini bisa mengurangi konsumsi pupuk kimia dan mengemat anggaran
negara. Jika dilihat dari sudut industri, pengolahan ini bisa memberi income
tambahan bagi industri laiinya.POC yang dibuat juga harus dibuktukan terlebih
dahulu sebelum dipakai dalam skala yang luas..Pengolahan limbah etanol menjadi
POC cukup sederhana dan tidak terlalu rumit. POC bisa dibuat dengan biaya yang
cukup murah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit. Namun, proses
pembuatannya memerlukan ketelitian, dan kehati-hatian. POC dari vinases bisa
juga dikombinasikan dengan pupuk lain yang sudah beredar di pasaran, seperti
pupuk hayati, atau POC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar