Kamis, 27 Desember 2012

Proses Industri Kimia


INDUSTRI ALKOHOL (ETANOL)
I.         SEJARAH
Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari (Bio)etanol yang mendekati kemrunian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan (Bio)etanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa (Bio)etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya. Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.


Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
II.   DEFINISI
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isometer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.





Ethanol merupakan senyawa yang tidak terdapat secara bebas di alam. Zat ini adalah golongan alkohol biasa atau alkohol primer yang dibuat dari glukosa atau jenis gula yang lain dengan jalan peragian.
Penggunaan alkohol antara lain :
      Sebagai minuman
      Sebagai bahan kimia dan pelarut
      Sebagai bahan bakar motor
      Digunakan dalam bidang farmasi
Alkohol sebagai minuman keras dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
      Minuman yang tidak disuling, yaitu minuman yang hanya mengandung alkohol paling banyak 12%, contoh bir dan anggur.
      Minuman yang disuling, yaitu minuman yang mengandung alkohol kurang lebih 55%, contoh Whisky, arak, cognac 
Agar alkohol yang digunakan sebagai bahan bakar dan keperluan farmasi serta industri tidak diminum, maka ethanol dibuat tidak terminum dengan cara diberi methanol dan zat pewarna(denaturasi alkohol), misalnya alkohol yang dipakai sebagai spirtus bakar.
III.   KARAKTERISTIK BAHAN DAN PRODUK
Sifat-sifat:                                                                                          
§  Ethanol merupakan zat cair jernih dan dapat tercampur dengan air dalam semua perbandingan (bersifat missible)
§  Dapat melarutkan senyawa organik
Bahan baku untuk memproduksi ethanol dengan cara fermentasi dapat di produksi dari 3 macam karbohidrat, yaitu:
      Bahan-bahan yang mengandung gula atau disebut juga sustansi sakharin, rasanya manis seperti misalnya gula tebu, gula bit, molase (tetes), macam-macam sari buah-buahan dan lain-lain.
      Bahan yang mengandung pati, misalnya: padi-padian, jagung, gandum, kentang sorgum, malt, barley, ubi kayu dan lain-lain.
      Bahan-baha yang mengandung selulosa, misalnya: kayu, cairan buangan pabrik pulp dan kertas (waste sulfite liquor)
      Gas-gas hidrokarbon
Sumber bahan-bahan ini pada negara-negara penghasil alkohol berbeda-beda tergantung pada banyaknya bahan bahan yang dapat diperoleh pada negara-negara itu, misalnya:
Jerman             : bahan dasar kentang
Perancis           : bahan dasar gula bit
Swedia                        : bahan dasar sulfat pulp
Indonesia        : bahan dasar molase

IV.    BAHAN BAKU
1.      Substansi Sakharin
Pada umumnya sebagai media untuk produksi alkohol secara komersial pada industri fermentasi alkohol. Di Indonesia dipakai tetes (molase) yang bisadidapatkan setelah sakharosanya dikristalisasi dan disentrifuse dari sisi gula tebu.
Proses penguapan dan pengkristslsn ini biasanya dilakukan tiga kali sampai tetestidak lagi ekonomis untuk diperoleh. Sisa tetes/cairan ini disebut sebagai “black strap mollase” yang merupakan campuran kompleks yang mengandung sakharosa, gula invert, garam-garam dan bahan-bahan non gula. Disamping sakharosa, glukosa dan fruktosa yang dapat difermentasi, molase juga mengandung substansi-substansi pereduksi yang tidak dapat di fermentasi.
Bahan-bahan ini antara lain karamel yag terjadi karena pemanasan gula, melanoidin yang mengandung nitrogen dan terdapat pula hidroksi metil furfural, asam formiat dan lain-lain. Bahan yang tidak dapat difermentasi ini bisa mencapai 17% dalam black strap mollase, dan sebesar 5% dalamhigh test mollase.
Tetes (molase) bersifat asam, mempunyai pH 5,5-6,5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang bebas.

Kualitas molase yang dihasilkan dari suatu industri gula dipengaruhi oleh cara pembersihan niranya. Bila kurang sempurna, maka kotoran banyak terdapat dalam molase. Warna molase pada umumnya berwarna coklat kemerahan. Hal ini disebabkan antara lain pigmen melanoidin, dekorasi thermal dan kimiawi dari komponen-komponen selain gula.

2.      Mikroba Frementasi
Dalam proses fermentasi alkohol digunakan ragi. Ragi ini dapat merubah glukosa menjadi alkohol dan gas CO2. Ragi merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil dan termasuk golonganEumycetes. Dari golongan ini dikenal beberapa jenis, antara lain Saccharomyces anamensis, Schizosacharomyces pompe dan Saccharomyces cerevisiae. Masing-masing mempunyai kemampuan memproduksi alkohol yang berbeda.
Syarat-syarat yang diperlukan dalam memilih ragi untuk fermentasi adalah :
·         Cepat berkembang biak
·         Tahap terhadap alkohol tinggi
·         Tahan terhadap suhu tinggi
·         Mempunyai sifat yang stabil
·         Cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentasi
Untuk memperoleh jenis ragi yang mempunyai sifat-sifat seperti diatas, harus dilakukan percobaan-percobaan dalam laboratorium dengan teliti. Pada umumnya ragi yang dipakai untuk membuat alkohol adalah jenis Saccharomyces cerevisiae, yang mempunyai pertumbuhan sempurna pada suhu ± 30oC dan pH 4,8.
Ragi menurut kegiatan selama fermentasi terbagi atas dua bagian, yaitu :
      Top Yeast (Ragi Atas)
Ragi yang aktif pada permukaan atas media, yang menghasilkan etanol dan CO2 dengan segera. Jenis ini biasanya dijumpai pada industri alkohol dan anggur.
      Bottom Yeast (Ragi Bawah)
Ragi yang aktif pada bagian bawah. Biasanya industri penghasil bir yang menggunakan ragi bawah ini yang menghasilkan etanol sedikit dan membutuhkan waktu yang lama untuk kesempurnaan fermentasi. Dalam kondisi yang normal, ragi atas cenderung untuk berflokulasi dan memisahkan diri dari larutan, ketika fermentasi berjalan sudah sempurna. Strain ragi yang bervariasi itu berbeda dalam kemampuan berflokulasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi :
      Nutrisi
Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya :
      Unsur C           : ada pada karbohidrat
      Unsur N : untuk penambahan pupuk yang mengandung nitrogen. ZA, urea, amonia, pepton dan sebagainya.
      Unsur P : untuk penmbahan pupuk phosfat dari NPK, TSP, DSP.
      Mineral-mineral
      Vitamin-vitamin
      Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkohol, ragi memerlukan media suasana asam, yaitu antara pH 4,8-5,0. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika substratnya asam.
      Temperatur
Temperatur optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah 28-30oC.
Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas karena reaksinya eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya dipertahankan tetap 28-30oC.
      Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara), namun demikian udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel.



V.       PROSES PRODUKSI ETANOL
Pada dasarnya ada 2 macam cara pembuatan etanol, yaitu:
·         Secara sintesis
·         Secara fermentasi
Secara sintesis, dilakukan dengan menggunakan reaksi elementer ( hidrasi katalitik etana), untuk mengubah bahan baku menjadi etanol. Adapun secara fermentasi, dilakukan dengan bantuan aktifitas mikroorganisme.
Dalam makalah ini, pembahasan akan lebih dititikberatkan pada proses produksi etanol dengan cara fermentasi.
Fermentasi bioetanol
Proses fermentasi etanol dapat dilakukan dengan menggunakan baha-bahan tertentu. Misalnya saja bahan yang mengandung gula seperti tetes ( molase), dan juga bahan- bahan yang mengandung pati seperti padi, jagung, ubi kayu, gandung dan lain-lain. Proses fermentasi dengan bahan yang berbeda tentu akan membutuhkan proses yang agak berbeda pula. Berikut adalah penjelasan mengenai proses produksi etanol dengan bahan molase dan bahan yang mengandung pati.

Proses produksi bioetanol dari tetes (molase)
1.      Pengolahan Tetes
Pengolahan tetes merupakan hal yang penting dalam pembuatan alcohol.Pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi yangoptimumkan untuk  pertumbuhan ragi dan untuk selanjutnya. Yang perlu disesuaikan dalam pengolahan ini adalah pH, konsentrasi gula dan pemakaian nutrisi.Tetes yan dihadapkan dari pabrik gula biasanya masih terlalu paket (850Brix),oleh karena itu perlu diadakan pengenceran lebih dahulu untuk mendapatkankadar gula yang optimum (12Brix untuk pembibitan dan 24Brix padafermentasi).Pengaturan pH diatur dengan penambahan asam H2SO4 hingga dicapai pH 4 – 5.Meskipun tetes cukup mengandung zat sumber nitrogen namun sepertiammonium sulfat atau ammonium fosfat
2.       Tahap Penimbangan Tetes
Pada penimbangan tetes ini dipakai jenis timbangan cepat dengan kapasitas timbang tertentu, dilengkapi dengan alat pembuka dan penutup berupa katup buangan yang dioperasikan secara manual. Dan juga panel on-off pompa tetes yang yang diatur secara otomatis. Cara kerjanya dengan menimbang tetes yang dipompa dari gudang penyimpan tetes untuk setiap harinya.
3.       Tahap Pencampuran Tetes.
Tahap pencampuran tetes ini menggunakan tangki pencampur tetes dengan kapasitas tertentu yang dilengkapi pancaran uap air panas (steam), yang berfungsi sebagai pengaduk dan pemanas tetes. Cara kerjanya yaitu pertamatama air panas bersuhu 70o C dimasukkan ke dalam tangki pencampur tetes (mixing tank), kemudian disusul dengan tetes yang telah ditimbang. Setelah itu disirkulasi dengan menggunakan pompa hingga tetes dan air tercampur dengan baik. Pencampuran dianggap selesai dengan indikasi kepekatan mencapai 90o brix dan dipanskan dengan uap air panas (steam) sampai suhunya mencapai 90o C. Tujuan diberikannya air panas adalah untuk mempercepat proses pelarutan, sedangkan pemanasan dengan uap air panas (steam) adalah untuk sterilisasi larutan tetes. Setelah semua tercampur dengan baik ditambahkan asam sulfat (H2SO4) teknis dengan kepekatan 96,5 % sampai pH mencapai 4,5 - 5. Pemberian asam sulfat (H2SO4) ini bertujuan untuk mengendapkan garamgaram mineral di dalam tetes dan untuk memecah di-sakarida (sukrosa) didalam tetes menjadi monosakarida berupa senyawa d-glukosa dan d-fruktosa.
4.      Tahap pengendapan
Pada tahap pengendapan ini menggunakan tangki yang dilengkapi dengan pipa decanter. Pada tahap ini larutan tetes dengan kepekatan 40o brix dari tangki pencampur ditampung dalam tangki ini dan diendapkan selama 5 jam untuk mengendapkan kotoran-kotoran tetes (sludge), terutama endapan garam. Pengendapan ini bertujuan untuk mengurangi kerak yang terjadi pada mash column (kolom destilasi pertama). Setelah 5 jam, cairan tetes dipompa menuju tangki fermentor melalui decanter dan heat exchanger (HE). Heat exchanger ini berfungsi untuk menurunkan suhu sampai 30oC sebagai syarat operasi fermentasi. Sedangkan cairan sisa yang berupa endapan kotoran-kotoran dan sebagian cairan tetes dipompa ke tangki pencuci endapan kotoran tetes (tangki sludge).
5.       Tahap Separator
Tangki Pencuci Endapan Kotoran Tetes.
Sisa cairan tetes sebanyak ± 5% volume dari tangki pengendap tetes yang berupa endapan kotoran-kotoran dipompa keluar dari tangki pengendap melalui pipa decanter untuk ditampung di tangki sludge hingga mencapai volume tertentu. Kemudian cairan tetes diendapkan hingga waktu tertentu untuk selanjutnya dipompa kembali ke tangki mixing. Tujuan pencucian kotoran tetes ini adalah untuk efisiensi bahan baku berupa tetes agar bahan baku dapat dipakai semaksimal mungkin tanpa harus membuang sebagian yang tersisa.
6.       Tahap Fermentasi
Proses fermentasi ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pembiakan ragi dan fermentasi.
Tahap pembiakan ragi
Tahap ini menggunakan tangki prefermentor yang dilengkapi pipa aliran udara dan pipa aliran air pendingin pada bagian luar dinding tangki. Tahap ini bertujuan untuk mengembangbiakkan ragi jenis saccharomyces cereviseae dengan menggunakan media tetes. Untuk pembuatan larutan ragi, mula-mula diawali dengan cara memasukkan air proses bersuhu 15o C dan tetes 40o brix dari tangki pengendap tetes ke dalam tangki seeding dan mencampurnya hingga mencapai kekentalan sekitar 12 - 13o brix yang disertai aliran udara dari blower dengan fungsi ganda yaitu untuk mempercepat tercampurnya tetes dengan air dan juga untuk konsumsi kebutuhan oksigen bagi ragi saccharomyces cereviseae yang berlangsung pada suasana aerob. Selain itu juga menjaga suhu tangki konstan pada 30o C dengan mengalirkan air pada dinding luar tangki. Jika tidak dijaga, maka ragi sedang dikembangbiakkan akan terganggu kelangsungan hidupnya dan kemudian akan mati. Kemudian memasukkan ragi roti (gist) yang telah dilarutkan dengan air secukupnya. Untuk nutrisinya, dimasukkan urea, diammonium phospat, dan ammonia. PHP juga ditambahkan ke
dalam larutan ini dengan tujuan untuk mempertahankan pH agar tetap konstan yaitu 4.5 – 5. Dari hasil campuran ini didapatkan biakan ragi. Pada Tangki pre-fermentor terdapat beberapa
reaksi yaitu: reaksi hidrolisa, reaksi penguraian urea serta reaksi pertumbuhan yeast. Asumsi pada reaksi hidrolisa adalah konversi yang terjadi 95%. Persamaan reaksi hidrolisa sebagai berikut: C12H22O11 +H2O             2C6H12O6
Persamaan reaksi pada 95% konversi proses penguraian urea adalah:
(NH2)2CO + H2O               2NH3 + H2O
Persamaan reaksi untuk pertumbuhan yeast adalah:
C6H12O6 + 3.198O2 + 0.316NH3             1.929CH1.703N0.171O0.459 +4.098CO2+ 4.813H2O  (∆Hr 298 = -855.7055 kcal/kg)
(Atkinson, hal 132)
Tahap ferementasi
Tahap ini menggunakan tangki fermentor dengan dilengkapi pipa aliran udara dan pipa aliran
air pendingin yang berasal dari air sungai untuk menjaga suhu fermentasi pada 30-32o C. Fermentasi ini bertujuan untuk mendapatkan alcohol dengan kadar 8,5 – 9 % atau lebih. Pertama-tama dimulai dengan sterilisasi tangki fermentor yamg masih kosong dengan uap
air panas (steam) sampai suhu 121o C lalu membiarkan suhu di dalam tangki turun sampai 30o C. Setelah itu memasukkan air proses dengan suhu 30o C, larutan tetes 40o brix, proses fermentasi ini berjalan secara aerob. Selanjutnya biakan ragi yang telah dibiakkan pada tangki pre-fermentor dipompa masuk ke tangki fermentor. Setelah itu, tetes 40o brix dipompa masuk ke tangki dan proses berlangsung selama 36 jam. Untuk pH larutan ini dijaga sekitar 4,5 - 5. Kemudian memasukkan ragi roti yang telah dilarutkan dengan air secukupnya dan yeast cream. Untuk nutrisinya, dimasukkan urea, ammonium, dan diammonium phospat. Sedangkan turkey red oil ditambahkan sebagai anti foam untuk mencegah pembentukan foam selama proses terjadi. Hal ini dilakukan selama 15 menit setelah persiapan media pada tangki fermentor selesai. Kemudian dimasukkan ke dalam 2 tangki fermentor pada waktu yang disesuaikan dengan jam awal fermentasi. Tahap fermentasi ini berlangsung selama 24 jam hingga kadar alkohol mencapai 8,5 - 9% dan kekentalan 6,5 - 7o brix. Setelah kadar alkohol sebesar 8,5 - 9% terpenuhi, larutan hasil fermentasi dipompa menuju separator untuk dipisahkan antara hasil fermentasi (cairan mash) dengan ragi (yeast cream). Separator ini menggunakan alat rotary vacuum filter yang merupakan alat dengan prinsip vacuum sehingga
ragi (yeast cream) dan cairan hasil fermentasi (cairan mash) yang memilliki perbedaan massa jenis dapat dipisahkan. Ragi yang didapatkan masih dalam konsentrasi yang tinggi. Dari hasil fermentasi tidak semuanya dipisahkan raginya, hanya sekitar 80-90% saja. Sisanya 10-20% tidak diambil raginya karena mengandung kotorankotoran sisa berupa endapan garam mineral. Hasil fermentasi yang telah dipisahkan ini langsung masuk ke tangki mash (mash tank). Dan selanjutnya didestilasi hingga menjadi alkohol prima (fine alkohol) dengan kadar mencapai 96,5%. Pada tahap fermentasi ini terjadi reaksi hidrolisa, dimana sukrosa diubah menjadi glukosa. Persamaan reaksi hidrolisa yaitu:
C12H22O11 +H2O             2C6H12O6
Sedangkan reaksi utama adalah reaksi fermentasi, dimana glukosa diubah menjadi etanol dan air. Persamaan reaksinya adalah:
C6H12O6             2 C2H5OH + 2CO2
Pada main fermenter selain terbentuk etanol, juga akan terbentuk produk samping. Hasil samping dalam persen berat (%gula) adalah sebagai berikut:
Asam asetat = 0,65%
Fusel Oil = 0,85%
Asetaldehid = 0,05%
(Prescot hal 128)
Reaksi samping yang terjadi pada main fermenter yaitu:
C6H12O6              C3H8O3 + CH3CHO + 2 CO2
C6H12O6 + H2O              2 C3H8O3 + CH3COOH + C2H5OH + 2CO2 (∆Hr 298 = -324.3860 kcal/kg)
Komponen pada fusel oil meliputi:
Propanol = 12,5 %
Isobutyl alcohol = 15 %
Amyl alcohol = 30 %
Isoamyl alcohol = 32,5 %
Etanol = 10 %
(Paturau hal 241)

7.  Tahap  Distilasi
Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah, disebut bir (beer)dan sebab itu perlu di naikkan konsentrasinya dengan jalan distilasi bertingkat.Beer mengandung 8 – 10% alkohol.Maksud dan proses distilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuranetanol air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbedanyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikandan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien.Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 1000C dan etanol mendidih padasekitar 770C. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahancampuran etanol air.Prinsip : Jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini didinginkan(dikondensasi), maka konsentrasi etanol dalam cairan yang dikondensasikan ituakan lebih tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian dikondensasikan, maka konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa diulangi terus, sampai sebagian besar dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu fasa. Namun hal ini ada batasnya. Pada larutan 96% etanol, didapatkan suatu campuran dengan titik didih yang sama(azeotrop). Pada keadaan ini, jika larutan 95-96% alkohol ini dipanaskan, maka rasio molekul air dan etanol dalam kondensat akan teap konstan sama. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.
Fermentasi etanol dari bahan yang mengandung pati
Proses produksi etanol dari hasil pertanian yang mengandung pati ( seperti jagung, gandum, dan lain-lain) hampir sama dengan proses produksi etanol dengan bahan dasar molase. Namun, dalam proses fermentasi kali ini, pada tahap awal akan dibutuhkan proses tambahan yang tidak dilakukan pada fermentasi molase. Tahap tahap nya adalah sebagai berikut:
1.      Proses Gelatinasi
Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dandicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen.Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:Bubur pati dipanaskan sampai 130oC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampaimencapai temperatur 95oC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95oC tersebut dipertahankan selama sekitar 11/4 jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam. Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam. Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan , yaitu pada suhu 950C aktifitas termamyl merupakan yang paling tertinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (1300C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzymetermamyl) pada temperature 130oC menghasilkan hasil yang kurang baik, karenamengurangi aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzyme pada suhu130oC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap yeast.Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitastermamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95oC(Wasito, 1981).
2.      Proses Saccharifikasi

Tahap sakarifikasi merupakan tahap pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhanayang dilakukan pada sebuah tabung pada rangkaian peralatan untuk produksi bioethanol.Saccharifikasi melibatkan proses sebagai berikut:
• Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
• Pengaturan pH optimum enzim• Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
•Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 600C, sampai proses  saccharifikasi selesai (Dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).

3. Fermentasi
Proses fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam fermentor. Kalau anda menggunakan fermentor yang tembus padang (dari kaca misalnya), maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecil-kecil dari dalam fermentor. Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi. Kadang-kadang terdengar suara gemuruh selama proses fermentasi ini. Selama proses fermentasi ini usahakan agar suhu tidak melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 – 5. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %.
4. Distilasi dan Dehidrasi
Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler. Panaskan evaporator dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux) hingga kadar etanolnya 95%.Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.
Gambar Peralatan

sumber: Fuel from Farms - A Guide to Small Scale Ethanol Production, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401. 




     VI.    Kegunaan bioetanol
Kegunaan ethanol/bioethanol (alkohol) berdasarkan literatur adalah sebagai berikut:
Menurut  Fessenden ( 1992) kegunaan ethanol adalah:
-          Digunakan dalam minuman keras.
-          Sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium dan industri.
-          Sebagai bahan bakar.
Etanol mempunyai nilai kalor (Q) sebesar 12.800 Btu/lb. Sedangkan jika dicampur dengan gasoline dimana presentase 10% etanol dan 90% gasoline akan  menghasilkan produk dengan nama dagang Gashol dihasilkan kalor (Q) sebesar 112.000 Btu/gallon.
Menurut Austin ( 1984) kegunaan ethanol adalah:
-          Sebagai bahan industri kimia.
-          Sebagai bahan kecantikan dan kedokteran.
-          Sebagai pelarut dan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.
-          Sebagai bahan baku (raw material) untuk membuat ratusan senyawa kimia lain, seperti asetaldehid, etil asetat, asam asetat, etilene dibromida, glycol, etil klorida, dan semua etil ester.


Menurut Uhlig (1998) kegunaan ethanol adalah :
-          Sebagai pelarut dalam pembuatan cat dan bahan-bahan komestik.
-          Diperdayakan  di  dalam perdagangan  domestik  sebagai  bahan bakar.

      VII.  LIMBAH DARI INDUSTRI BIOETANOL
Menurut Hammer dan Bastian (1989), lahan basah adalah habitat peralihan antara lahan darat dan air, jadi bukan merupakan habitat darat ataupun habitat air. Ekosistem lahan basah memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan berbagai jenis limbah pada beberapa tingkat efisiensi (Nichols, 1983). Kemampuan ini terutama disebabkan karena adanya vegetasi yang berperan sebagai pengolah limbah. Seluruh perairan darat yang menjadi bagian dari lahan basah juga berfungsi sebagai penyimpan dan penangkap karbon. Lebih fantastis lagi, lahan basah juga merupakan penyangga dampak anomali cuaca dan iklim. Dengan demikian, potensi lahan basah di wilayah Indonesia sebagai gudang karbon sangat besar.
Menanggapi peristiwa kematian ribuan ikan disepanjang 70 km dari Mojokerto hingga Kota Surabaya, peristiwa itu terjadi akibat pencemaran yang disebabkan luberan limbah PT Aneka Kimia Nusantara. PT Aneka Kimia Nusantara (AKN) Desa Wates Magersari Mojokerto, adalah industri penghasil etanol termasuk penyumbang terbesar pencemaran organik tinggi di Kali Surabaya. Dapat dibayangkan untuk memproduksi satu liter etanol dihasilkan limbah 15 liter dari molase yang berwarna coklat, tergolong sebagai buangan paling korosif, BOD (Bio Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi, pH 3.5, suhu yang tinggi hingga mencapai 100oC yang dapat mencemari air tanah. Molase adalah sisa tetes dari tetes tebu yang telah diproses untuk menghasilkan gula pasir. Molase mengandung sekitar 45% sukrosa yang dapat difermentasikan menjadi alkohol. 1 kg sukrosa secara teoritis akan menghasilkan 0.644 liter alkohol absolut (anhidrida) yang hampir 100% murni. Secara matematis dengan 88% efisiensi fermentasi dan 98% distilasi akan dihasilkan 0.555 liter alkohol. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air. Nilai baku mutu BOD untuk air minum harus sama atau kurang dari 2 mg/l. COD(Chemimal Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan pencemar organik dalam air dengan menggunakan oksidator kimia. Nilai baku mutu COD untuk air minum harus sama atau kurang dari 10 mg/lDi. Limbah PT Aneka Kimia Nusantara saat masuk keperairan Kali Surabaya awalnya dapat berperan sebagai bahan makanan yang diuraikan oleh mikroba, namun penguraian bahan organik ini membutuhkan oksigen terlarut dalam air yang lebih besar daripada jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi organisme perairan. Selain itu Limbah organik PT ANK menimbulkan empat perubahan yang mengganggu kestabilan ekosistem perairan tawar, yaitu : Pertama. Limbah organik yang mengandung padatan tersuspensi menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air sehingga menghambat proses fotosintesis. Kedua, endapan bahan organik yang mengendap akan mengubah tekstur substrat dan menimbulkan habitat yang tidak sesuai bagi biota endemik di perairan. Ketiga, terbentuknya amoniak yang memiliki toksisitas tinggi dan menimbulkan gangguan besar bagi organisme perairan serta berbau.  Keempat, bahan pencemar organik terdiri dari senyawa protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan meningkatkan tingginya konsentrasi bakteri dan mikroorganisme patogen. E Coli adalah bakteri umum dijumpai di badan-badan air yang berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas serta air yang telah terkontaminasi oleh limbah organik. Peningkatan ini akan membawa dampak patogenik dimana bakteri dan virus terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dan membahayakan kesehatan. Beberapa jenis bakteri air menimbulkan penyakit kolera, demam tifoid, disentri basiler, dan gastroenteritis. Virus juga terdapat di air termasul virus penyebab poliomyelitis, hepatitis infektif. Hewan parasit dalam air antara lain cacing gelang Ascaris dan cacing pita pada sapi dan babi. Semua jenis organisme ini terdapat dalam tinja yang terdapat pada saluran pembuangan domestik dan peternakan. Disamping pengenceran oleh air, sedimentasi ke dasar perairan dan penguraian oleh matahari juga merupakan faktor penting dalam penguraian senyawa organik di perairan. Penguraian oleh mikroba akan mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air, sehingga kandungan oksigen yang ada tidak mampu mendukung kehidupan organisme perairan seperti ikan dan organisme  lainnya. Untuk itulah ada upaya yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini yakni menggunakan tumbuhan timbul di perairan untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah. Tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tajuk yang besar dapat menyimpan bermacam hara mineral. Pada media kerikil, pertumbuhan tanaman timbul dapat menurunkan konsentrasi hara mineral (Laksham, 1979; Finlayson dan Chick, 1983; Bowmer, 1987). Rizoma dan akar Phragmites australis Scirpus spp. berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun. Tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman-tanaman tersebut adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun (Shutes et al., 1993). Tumbuhan mengapung seperti eceng gondok juga dapat menghilangkan hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan (Reddy dan DeBusk, 1985).


     VIII.        PENANGANAN LIMBAH                                                   
·         Memekatkan limbah dengan evaporator. Kemudian mengabutkan limbah pekat ke dalam tanur pembakaran bersuhu 800°C sehingga bahan organik dalam limbah terbakar habis.
Abu hasil pembakaran itu ternyata mengandung kalium sehingga diolah menjadi pupuk
         Menggunakan limbah bioetanol sebagai bahan baku pupuk. Limbah etanol yang sering juga disebut dengan vinase atau distilet memiliki karakteristik yang khas. Limbah ini bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi pupuk organik cair (POC). POC memiliki harga jual yang cukup tinggi sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi industri etanol. Vinase diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk POC yang bisa menyuburkan tanaman.  Aplikasi POC ini bisa digunakan untuk semua jenis tanaman, semua komoditas, dan semua iklim atau tempat. Pemanfaatan POC bisa mengurangi atau pun mensubtitusi penggunaan pupuk kimia. POC dari limbah industri etanol ini tergolong pupuk organik, sehingga relatif lebih ramah lingkungan. Dalam skala nasional pepanfaatan POC ini bisa mengurangi konsumsi pupuk kimia dan mengemat anggaran negara. Jika dilihat dari sudut industri, pengolahan ini bisa memberi income tambahan bagi industri laiinya.POC yang dibuat juga harus dibuktukan terlebih dahulu sebelum dipakai dalam skala yang luas..Pengolahan limbah etanol menjadi POC cukup sederhana dan tidak terlalu rumit. POC bisa dibuat dengan biaya yang cukup murah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit. Namun, proses pembuatannya memerlukan ketelitian, dan kehati-hatian. POC dari vinases bisa juga dikombinasikan dengan pupuk lain yang sudah beredar di pasaran, seperti pupuk hayati, atau POC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar